Media Sosial Vs Spiritual


Pemahaman bahasa menjadi hal yang sangat penting dalam penggunaan teknologi. Pemahaman bahasa tidak sesempit hanya mampu berbahasa inggris. Tapi lebih luas kepada pemahaman makna dari setiap kata, frasa, atau kalimat dalam bahasa apapun. Sering kali pemahaman bahasa yang tidak memadai justru menjerumuskan pengguna teknologi kepada hal-hal yang cenderung negatif.
Sederhana saja, Facebook, Twitter, BBM, Whatsapp dll. di kembangkan jelas-jelas sebagai MEDIA SOSIAL, tidak ada satupun merk-merk besar itu meng-klaim produknya sebagai MEDIA SPIRITUAL.
Sosial dan spiritual jelas jauh berbeda, walaupun sangat erat kaitankeduanya dalam upaya seorang manusia dalam meningkatkan kualitas hidupnya. Keduanya memang sangat penting dan saling bersinggungan. Sosial membentuk garis horizontal, sedangkan spiritual membentuk garis vertikal. Sosial berarti hubungan manusia dengan manusia, sesama ciptaan Tuhan. Spiritual berarti hubungan antara ciptaan dengan Sang Pencipta. Dari sini seharusnya kita sudah memahami makna kata MEDIA SOSIAL.
Media sosial diciptakan untuk menjembatani hubungan antar manusia, bukan manusia dengan Tuhan. BERDOA dengan MENGAJAK ORANG BERDOA juga merupakan dua hal yang berbeda. Berdoa adalah komunikasi yang intim dan mesra antara makhluk ciptaan dengan Sang Pencipta. Sifatnya sangat pribadi, privat, confidential dan langsung. Biasanya hubungan yang bersifat demikian itu tidak di umbar, dipamerkan ke sesama manusia, kecuali memang bertujuan untuk pamer seperti para selebritis. Berbeda jauh dengan mengajak orang berdoa, sama halnya ketika sesorang menikah maka biasanya ia menyebarkan undangan dengan kata-kata "Mohon Doa Restu". Undangan ini adalah undangan manusia ke manusia lainnya, meminta, mengajak, atau memohon manusia lain untuk berdoa bersama-sama dirinya. Pun demikian halnya dengan media sosial diperuntukkan untuk tempat berkomunikasi antar sesama manusia. Bukan media komunikasi antara manusia dengan Tuhannya. Ya, Tuhan memang Maha Kuasa, Maha Mengetahuai, pasti Tuhan juga tahu jika kita menuliskan doa di media sosial. Bahkan tidak ditulis dimanapun juga Tuhan akan tahu. Tentu anggapan seperti ini banyak berseliweran di kepala kita. Atau, salahnya dimana kalau saya menuliskan kata-kata doa di media sosial, kan doa itu baik, positif, ga ada yang salah dari doa saya. Sah-sah sajalah anggapan seperti itu juga berkembang di kepala kita. Tapi coba renungkan kembali, apa makna berdoa buat makhluk yang bernama manusia. Coba renungkan juga, media sosial juga punya penguasanya sendiri, penguasa data, penguasa hidup matinya akun kita dimedia sosial itu. Penguasa Facebook tentu saja Mr. Mark Z. dan teman-temannya.
Doa, bermakna spiritual, ungkapan hati, permohonan, syukur, pertobatan, dan banyak rupa lainnya oleh manusia kepada Penguasanya. Penguasa manusia itu tidak jauh, Ia ada dihati kita, tidak juga punya akun di media sosial, dan juga bukan penguasa data media sosial. Jadi coba periksa kembali apa tujuan menulis doa di media sosial. Apakah untuk di serahkan sepenuhnya kepada Tuhan Sang Penguasa Alam Semesta, atau hanya untuk sekadar memberi tahu kepada penghuni dunia maya lain bahwa saya telah berdoa. Atau memang doa itu ditujukan kepada sang penguasa alam maya media sosial, seperti pak mark z? Atau malah karena doa itu di posting di dunia maya maka doa tersebut hanyalah doa maya, doa khayalan saja? Silahkan saja.
Penggunaan perangkat media sosial juga terkadang di tempat yang tidak semestinya. Gadget dengan beragam rupa dan nama seringkali masuk dan digunakan di ruang atau area spiritual. Tidak jarang ditengah peribadatan terdengar dering telepon, atau notifikasi media sosial. Bahkan tak jarang juga, jari-jari gemulai nan perkasa makhluk ciptaan Tuhan yang katanya paling sempurna itu tetap menari-nari diatas keypad atau layar sentuh gadget canggihnya. Entah mereka chating dengan siapa, apakah dengan Tuhan? kalau iya dengan Tuhan, tolong berikan saya PIN BBM, dan no hp Tuhan, supaya saya juga bisa berbicara dengan Tuhan melalui media sosial.
Ada juga fenomena dimana tempat ibadah menjadi tempat yang paling membanggakan untuk berselfie atau berwefie ria. Saat-saat dimana bisa berfoto adalah saat yang paling ditunggu dan mengalahkan kerinduan akan ibadahnya itu sendiri. Kerinduan datang ke Rumah Tuhan bukan kerinduan akan kasih karunia-Nya tapi kerinduan bahwa setelah itu akan ada kebanggaan ketika foto-foto kegiatan ibadah, atau foto ditempat ibadah dapat dipamerkan ke teman-teman di media sosial. Sebuah kerinduan akan pengakuan keduniawian yang semu. Kerinduan yang menjadikan kita orang-orang "farisi" baru.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Atas Nama Peradaban

The Power of Angka